Senin, 23 Oktober 2017

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEORANG AKUNTAN PUBLIK MENJAGA PROFESIONALITAS KERJA

Independen
Independensi auditor merupakan sikap tidak memihak kepada kepentingan siapapun
dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan yang dibuat oleh pihak manajemen. Dimana
auditor mempunyai kewajiban untuk bersikap jujur tidak saja kepada manajemen, tetapi juga
terhadap pihak ketiga sebagai pemakai laporan keuangan, seperti: kreditor, pemilik maupun
calon pemilik (Kasidi, 2007).

Dalam hal ini, sikap mental independen tersebut meliputi independen dalam fakta
maupun dalam penampilan. Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran dalam diri
seorang akuntan ketika mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang objektif,
tidak memihak didalam diri akuntan dalam merumuskan dan menyatakan pendapat.
Independensi penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak
independen sehingga akuntan publik harus menghindari keadaan atau faktor yang dapat
mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasan (Amani dan Sulardi, 2005; Arnan, et. Al.,
2009). Oleh karena itu rusaknya independensi penampilan akuntan publik akan merusak
kepercayaan masyarakat terhadap akuntan publik yang bersangkutan, bahkan terhadap profesi
akuntan publik secara keseluruhan dan menrunkan nilai laporan keungan yang diaudit
(Kartiningtyas, 1994).
Kenyataannya auditor seringkali menemukan kesulitan untuk mempertahankan independensinya
dalam melaksanakan kewajibannya. Dimana menurut Ruchjat Kosasih (2000), ada empat jenis
risiko yang dapat merusak independensi akuntan publik, yaitu:

1.Self inrestest risk
yang terjadi apabila akuntan pubik menerima manfaat dari keterlibatan keuangan klien.

2.Self review risk
yang terjadi apabila akuntan publik melaksanakan penugasan pemberia jasa keyakinan yang
menyangkut keputusan yang dibuat untuk kepentingan klien atau melaksanakan jasa lain yang
mengarah pada produk atau pertimbangan yang mempengaruhi informasi yang pokok bahasan
dalam penugasan pemberian jasa keyakinan.

3.Advocacy risk
yang terjadi apabila tindakan akntan publik menjadi terlalu erat kaitannya dengan kepentingan
klien.

4.Client influence risk
yang terjadi apabila akuntan publik mempunyai hubungan erat yang kontinyu dengan klien,
termasuk hbungan pribadi yang dapat mengakibatkan intimidasi oleh atau keramahtamahan yang
berlebihan dengan klien.

Kompetensi Auditor

Dalam standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa
audit harus dilaksanakan oleh seorang atau yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang
cukup sebagai auditor. Sedangkan, standar umum ketiga (SA seksi 230 dalam SPAP, 2001)
menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit akan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Oleh karena itu, maka
setiap auditor wajib memiliki kemahiran profesionalitas dan keahlian dalam melaksanakan
tugasnya sebagai auditor.

Kompetensi merupakan unsur yang sangat penting yang harus dimiliki auditor dalam
melakukan audit. Dreyfus dan Dreyfus (1986) dalam Elfarini (2007), mendefinisikan bahwa
kompetensi sebagai keahlian seorang yang berperan secara berkelanjutan yang mana
pergerakannya melalui proses pembelajaran, dari “Pengetahuan Sesuatu” ke “Mengetahui

Bagaimana”. Lebih spesifik lagi Dreyfus dan Dreyfus (1986) dalam Elfarini (2007) membedakan
proses pemerolehan keahlian menjadi 5 tahap.

1.Novice
yaitu tahap pengenalan terhadap kenyataan dan membuat pendapat hanya berdasarkan aturan-
aturan yang tersedia. Keahlian pada tahap pertama ini biasanya dimiliki oleh staf audit pemula
yang baru lulus dari perguruan tinggi.

2.Advanced Beginner
Pada tahap ini auditor sangat bergantung pada aturan dan tidak mempunyai cukup kemampuan
untuk merasionalkan segala tindakan audit, namun demikian, auditor pada tahap ini mulai dapat
membedakan aturan yang sesuai dengan suatu tindakan.

3.Competence
Pada tahap ini auditor harus mempunyai cukup pengalaman untuk menghadapi situasi yang
kompleks. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tujuan yang ada dalam pikirannya dan
kurang sadar terhadap pemilihan, penerapan, dan prosedur aturan audit.

4.Profiency
Pada tahap ini segala sesuatu menjadi rutin, sehingga dalam bekerja auditor cenderung
tergantung pada pengalaman yang lalu. Intuisi mulai digunakan dan pada akhirnya pemikiran
audit akan terus berjalan sehingga diperoleh analisis yang substansial.

5.Expertise
Pada tahap ini auditor mengetahui sesuatu karena kematangannya dan pemahamannya terhadap
praktek yang ada. Auditor sudah dapat membuat keputusan atau menyelesaikan suatu
permasalahan. Dengan demikian segala tindakan auditor pada tahap ini sangat rasional dan
mereka bergantung pada intuisinya bukan pada peraturan-peraturan yang ada.

Selanjutnya De Angelo (1981) dalam Kartika Widhi (2005) memproksikan kompetensi kedalam
dua komponen yaitu pengetahuan dan pengalaman.

1.Pengetahuan

Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian
auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang
digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam. Selain itu,
auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks (Meinhard, et
al., 1987).

2.Pengalaman

Menurut Loeher (2002) dalam Elfarini (2007), pengalaman merupakan akumulasi gabungan dari
semua yang diperoleh melalui berhadapan dan berinteraksi secara berulang-ulang dengan sesama
benda alam, keadaan, gagasan, dan penginderaan. Pengetahuan auditor tentang audit akan
semakin berkembang dengan bertambahnya pengalaman kerja. Pengalaman kerja akan
meningkat seiring dengan meningkatnya kompleksitas kerja (Herliansyah dan Meifida, 2006).

Dimana dengan pengalaman auditor akan memiliki keunggulan dalam hal: Mendeteksi
kesalahan, Memahami kesalahan secara akurat, dan Mencari penyebab kesalahan. Salah satu ahli
menyebutkan bahwa pengalaman kerja auditor (lebih dari dua tahun) dapat menentukan
profesionalisme, kinerja komitmen terhadap organisasi, serta kualitas auditor melalui
pengetahuan yang diperolehnya dari pengalaman melakukan audit.

Kredibilitas Auditor

Kredibilitas merupakan suatu kepercayaan yang harus dijaga oleh suatu lembaga atau
perorangan. Dimana kredibilitas untuk seorang auditor atau akuntan didasarkan atas
independensi dan kompetensi yang harus dimiliki auditor, guna menjaga dan mempertahankan
kepercayaan publik akan profesinya sebagai auditor. Dalam hal ini seorang auditor harus
mempunyai sikap yang diharapkan untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam

pelaksanaan tugasnya yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Selain itu
juga auditor harus mempunyai kompetensi dalam profesinya agar proses audit menghasilkan
opini yang bisa dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu sangatlah penting seorang auditor
memegang teguh independensi dan kompetensi mempertahankan kepercayaan masyarakat guna
meningkatkan nilai dari profesi seorang auditor maupun kantor akuntan publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar